hi, sobat MON'z semua kali ini saya mau ngasih imformasi tentang "ASAL-USUL KOTA BANJAR"
Secara administratif kewilayahan dan pemerintahan Kota Banjar belum terbilang lama, baru seumur jagung, tetapi dalam peta sejarah kebudayaan Tatar Sunda, kota Banjar telah terbilang lama dikenal dan dikenang orang.
Secara administratif kewilayahan dan pemerintahan Kota Banjar belum terbilang lama, baru seumur jagung, tetapi dalam peta sejarah kebudayaan Tatar Sunda, kota Banjar telah terbilang lama dikenal dan dikenang orang.
Penulis
sendiri dilahirkan ke Buana Panca Tengah, ini di sebuah kota kecil –
Banjarsari – yang tidak begitu jauh dari kota Banjar ini.
Menurut kamus Bahasa Kawi-Indonesia, banjar = lingkungan, baris > ber-banjar = berbaris rapih arah ke belakang.
Menurut kamus Istilah Karawitan Sunda, banjar = berurutan dengan teratur > banjar nada = tinggi-rendahnya nada yang berurutan dengan teratur.
Menurut kamus Basa Sunda, banjar = barang, pakarangan.
Menurut kamus Istilah Karawitan Sunda, banjar = berurutan dengan teratur > banjar nada = tinggi-rendahnya nada yang berurutan dengan teratur.
Menurut kamus Basa Sunda, banjar = barang, pakarangan.
Dengan
memaknai baik secara kosa kata (etimologi) maupun perlambangan
(heurmanetika), ternyata kata Banjar mengandung makna yang sangat
positif, yaitu “tempat yang lingkungannya tertata rapi dari sejak dayeuh
sampai ke pelosoknya”.
Maka kini pekerjaan kitalah untuk menata kota Banjar sehingga menjadi lingkungan yang rapi, teratur tidak kumuh dan tidak rujit. Kalau keadaannya tidak demikian, maka namanya bukan Banjar lagi. Bukankah kata para ahli “kalemesan budi” sering berujar bahwa setiap “asma harus terwujud dalam af’alnya ” dan itu bisa diartikan bahwa sesuatu “nama” harus tampak dalam fungsi dan realitas aktualnya, aplikatifnya.
Maka kini pekerjaan kitalah untuk menata kota Banjar sehingga menjadi lingkungan yang rapi, teratur tidak kumuh dan tidak rujit. Kalau keadaannya tidak demikian, maka namanya bukan Banjar lagi. Bukankah kata para ahli “kalemesan budi” sering berujar bahwa setiap “asma harus terwujud dalam af’alnya ” dan itu bisa diartikan bahwa sesuatu “nama” harus tampak dalam fungsi dan realitas aktualnya, aplikatifnya.
BANJAR PATROMAN
Nama
lain untuk kota Banjar pada masa yang lampau adalah Banjar Patroman.
Menurut kajian etimologi, patroman berasal dari kata pataruman <
pa-tarum-an = tarum adalah sejenis pohon perdu yang tumbuh di tepi
sungai (a.l. Sungai Citarum), daunnya digunakan untuk bahan pencelup
kain supaya berwarna biru tua (indigo). Bila diartikan demikian apakah
secara fisik di kota Banjar dahulu pernah ada tempat mencelup kain
dengan menggunakan daun tarum (Pataruman > patroman). Hal ini perlu
ditelusuri keberadaannya. Seandainya bisa dikaji oleh para ahli,
berkemungkinan nanti di sekitar kota Banjar akan menjadi salah satu
sentra “industri kain” dengan warna-warna khas “banjar-patromanan
(gradasi warna hijau sampai biru tua, hejo tarum)”, bukankah
Ciamis/Galuh pernah terkenal dengan batik khas Ciamisan yang pernah
berjaya pada masanya. (N.B tentu harus industri yang ramah lingkungan)
KOTA BANJAR SEBAGAI GERBANG TATAR SUNDA
Kota
Banjar adalah titik transit lalu lintas dari daerah Jawa Barat ke arah
Timur. Sebagai kota transito, tentulah pembangunan yang terencana sangat
dalam segala aspeknya menjadi salah satu persyaratan yang perlu
diutamakan. Tentang hal ini tentulah Pemda Kota Banjar telah mempunyai
cetak biru yang perlu kita dukung bersama, agar “cetak biru” tsb bisa
terwujud dengan sempurna. Hal ini perlu sosialisasi yang memadai kepada
masyarakat. Sehingga semua warga tahu peran yang harus dilaksanakannya.
Selain
dari itu Kota Banjar seibarat “pintu gerbang” Tatar Sunda paling
Timur/Selatan. Sehingga seyogyanyalah “wajah” kota Banjar mencerminkan
karakter masyarakat Sunda yang tertulis dalam setiap logo di setiap
kota/kabupaten dan bermuara pada Visi Provinsi Jawa Barat yaitu “dengan
Iman dan Takwa menjadi provinsi yang termaju dan terdepan sebagai mitra
ibu kota”.
Sebagai kota transito akan semakin berperan besar bila jalan lintas Selatan telah dibuka. Dan ini akan kita alami dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama lagi.
Sebagai kota transito akan semakin berperan besar bila jalan lintas Selatan telah dibuka. Dan ini akan kita alami dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama lagi.
ALAM KORBAN KESERAKAHAN MANUSIA
Dalam
mitologi urang Sunda, bentukan alam seperti pohon, gunung, sungai dan
lainnya sering dipersonifikasikan sebagai “tubuh manusia”. Hal ini
menggambarkan betapa eratnya konsep kehidupan manusia dengan
lingkungannya. Sehinggsa sering dikatakan oleh para sesepuh “Diri urang
teh nyaeta alam sagir kekembaranana alam kabir. Lamun kualitas ajen diri
alam sagir hade – alam kabir oge bakal milu jadi hade. Sabalikna upama
kualitas ajen alam sagirna goreng – alam kabirna oge bakal narima
balukarna anu goreng. Kitu deui sabalikna alam kabir ruksak, lahir sagir
manusa oge bakal kapangaruhan jadi ruksak”.
Konsep
kesadaran lingkungan yang begitu harmonis ini kini tidak dihiraukan
lagi. Sehingga Seyyed Hossein Nasr seorang sosiolog-religius dari Mesir
mengatakan bahwa: Alam telah dijadikan pelacur yang dikuras sampai
ketingkat yang paling brutal demi keserakahan manusia (dalam bukunya
Antara Tuhan – Manusia dan Alam : 29).
Pada
masa lampau, kesadaran kita terhadap alam tidak hanya sebatas hubungan
mahluk “natural” saja tetapi juga dimaknai sebagi sumber Keberkahan yang
Ilhiah. Jagat raya beserta isinya merupakan keteraturan, keharmonisan
yang diciptakan oleh Sang Maha Pemurah dan Pengasih. Tetapi pada masa
sekarang kesadaran untuk hidup harmonis dengan lingkungan semakin
menipis, maka terjadilah DESAKRALISASI, segala sesuatu telah kehilangan
nilai-nilai ke-ilahi-annya.
Desakralisasi
inilah yang melanda alam pemikiran bangsa kita, sehingga alam dengan
segala isinya diperlakukan dengan semana-mena. Kita tidak faham lagi apa
yang diamanatkan oleh Prabu Wastu Kancana dari Kerajaan Galuh
(1371-1475 M) yang tertulis pada prasasti Kawali VIII bahwa: “ULAH BOTOH
BISI KOKORO” (jangan serakah nanti sengasara).
SELURUH JAGAT RAYA MEMUJI ASMA ALLOH SWT
Di
bawah ini saya sertakan terjemah Al-Qur’an dalam bahasa Sunda berbentuk
pupuh, yang disebut NUR HIDAYAHAN (Disiarkan melalui Studio RRI Bandung
setiap hari pukul 23.30-24.00):
- AL HAJJ. Surat ka-22 Ayat 18
Pupuh Dangdanggula: Bumi alam sadayana wiridan ngagungkeun asma Alloh SWT. - XVII/:22/18
Naha anjeun tacan keneh yakin, saeusina alam jagat raya, wiridan ka Gusti Alloh, ka Alloh nya sumujud, saeusining bumi jeung langit, panonpoe jeung bulan, bentang katut gunung jeung sato anu ngarayap, kitu deui lolobana mungguh jalmi, nyembah Alloh Ta’ala. - XVII/:22/=18
Tapi loba ti antara jalmi, nu geus pasti katetepanana, diajab ku Gusti Alloh, diajab ku Nu Agung, jeung sing saha bae nya jalmi, ku Alloh sina hina, ‘mo aya nu nulung, taya anu ngangkat mulya. Satemenna Alloh sakersa ngajadi, sagala sakersa-Na.
MOGA BERMANFAAT YAKH SOBAT MONZ SEMUA ..
sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar